Senin, 15 November 2010

Sampel Riview Metodologi Penelitian Kimia


  1. Judul :

Evaluasi Implementasi Kebijakan Tentang Pengelolaan Anggaran Pendidikan Di Sekolah (Studi Kasus Di Kabupaten Majalengka Dan Bantul) Oleh yoyon suryono, 2006 Perpus UNY, disertasi, tidak diterbitkan

  1. Dasar pemikiran
Melalui penerapan manajemen berbasis sekolah (MBS), Pemerintah pusat melimpahkan pembuatan kebijakan pengelolaan anggaran pendidikan ke tingkat sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi implementasi kebijakan yang dilimpahkan itu dilihat dari faktor-faktor: (1) individual yang berupa kepentingan-kepentingan dan kualitas pelaku, (2)  organisasional yang berupa melaksanakan dan tidak melaksanakan MBS, dan (3) lingkungan eksternal yang berupa perbedaan lokasi kabupaten dan propinsi
  1. Focus penelitian
Permasalahan utama penelitian ini adalah apakah perbedaan faktor-faktor personal, organisasional, dan lingkungan eksternal menimbulkan juga perbedaan keberhasilan sekolah dalam mengimplementasikan kebijakan pengelolaan anggaran pendidikan di tingkat sekolah dalam bingkai meningkatkan kinerja sekolah dan mutu pendidikan.
  1. Metode Penelitian
Penelitian ini berupa evaluasi-diagnostik terhadap implementasi kebijakan yang dilaksanakan di empat SMA yang ditetapkan secara purposif di Kabupaten Majalengka dan Bantul dengan pendekatan kualitatif berparadigma rasionalistik. Pada tahap monitoring-diagnostik, penelitian ini menggunakan survey-sampel dengan wawancara panel dan kuesioner tipe-1, sedangkan pada tahap evaluasi-diagnostik menggunakan penelitian lapangan dengan pengamatan, wawancara mendala, kuesioner tipe-2, diskusi kelompok, dan evaluasi dokumen. Data yang diperoleh disajikan dalam format matriks, dianalisis dalam alur monitoring-diagnostik dan evaluasi-diagnostik mengikuti kerangka-kerja logik yang sering dipakai dalam evaluasi program atau proyek. Penarikan kesimpulan dan pemaknaan hasil didasarkan pada fenomena-logik-etik dan emik


  1. Hasil penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekolah-sekolah yang diteliti: (1) belum ada peningkatan mutu pendidikan sebagai keluaran kebijakan implementasi MBS, (2) belum ada peningkatan kinerja sekolah baik akademik maupun non akademik sebagai keluaran implementasi kebijakan pengelolaan anggaran pendidikan di tingkat sekolah, karena (a) kurang melibatkan warga sekolah seperti digariskan dalam kebijakan MBS, (b) penetapan kebijakan pengelolaan anggaran pendidikan di sekolah dilakukan oleh kepala sekolah, meskipun "satuan tugas" yang dibentuk merupakan pelaku yang sangat berperan dalam menyusun RAPBS, dan (c) keluaran kebijakan masih berupa RAPBS sebagai pengulangan prosesi rutin tahunan sehingga sekolah masih bergantung kepada alokasi anggaran dari pemerintah Pusat dan Daerah, sumber dana dari orangtua, masyarakat, dan sumber lain masih terbatas, serta pengeluaran sekolah belum sepenuhnya untuk peningkatan pembelajaran, masih lebih banyak untuk membiayai kegiatan rutin seperti gaji guru dan pegawai. Hasil penelitian menunjukkan juga bahwa di tingkat sekolah ada perbedaan faktor individual pelaku yaitu perbedaan kepentingan pelaku (pada jabatan dan finansial) dan perbedaan mutu pelaku (pada kemampuan kepemimpinan, manajerial, pengalaman, dan senioritas) tetapi tidak menimbulkan perbedaan keberhasilan sekolah dalam mengimplementasikan kebijakan, meningkatkan kinerja sekolah, dan mutu pendidikan. Demikian juga perbedaan faktor organisasional pada sekolah yang melaksanakan dan tidak melaksanakan MBS serta keberhasilan pemerintah pusat, propinsi, dan kabupaten sebagai faktor lingkungan eksternal dalam melaksanakan otonomi daerah, desentralisasi pendidikan, dan MBS tidak menunjukkan terjadinya perbedaan peningkatan kinerja sekolah dan mutu pendidikan.
D. Rekomendasi peneliti
Rekomendasi yang dapat diajukan untuk meningkatkan kinerja sekolah dan mutu pendidikan adalah agar (1) pemerintah pusat menetapkan kebijakan mutu pendidikan yang benar, mengurangi kebijakan yang kontra-produktif, berorientasi finansial dan kepentingan pilitik, merubah pengambilan keputusan yang struktural-birokratik, dan memberi keleluasaan pemerintah propinsi, kabupaten dan sekolah mengolah kebijakan yang kontekstual dengan kebutuhannya, (2) Pemerintah Propinsi menyusun panduan pencapaian mutu pendidikan dan implementasi MBS secara lebih operasional, (3) Pemerintah kabupaten melaksanakan monitoring dan evaluasi tingkat pencapaian mutu pendidikan sesuai kerangka kerja MBS, dan (4) Sekolah juga perlu merekonstruksi pengertian prestasi belajar, kinerja sekolah, dan mutu pendidikan. Rekomendasi untuk meningkatkan keberhasilan implementasi kebijakan pengelolaan anggaran pendidikan di tingkat sekolah adalah agar (1) Pemerintah pusat mengedepankan pendekatan fungsional dan memberdayakan kelompok potensial dalam melaksanakan MBS, (2) Pemerintah propinsi perlu menyusun panduan sosialisasi pelaksanaan MBS secara lebih komunikatif, (3) Pemerintah kabupaten perlu melakukan sosialisasi implementasi MBS bersama Dewan Pendiidkan dan Komite Sekolah serta mengalokasikan dana yang mencukupi, dan (4) Sekolah perlu melaksanakan MBS secara benar melalui pelaksanaan rencana strategis yang telah dibuatnya. Rekomendasi untuk meningkatkan kemampuan individual, organisasional, dan dukungan lingkungan eksternal adalah agar (1) Pemerintah Pusat membuat kebijakan pengangkatan pimpinan sekolah dan pengembnagan guru berdasarkan kemampuan dan memenuhi kebutuhan pendapatan yang layak, (2) Pemerintah propinsi melaksanakan kebijakan pengangkatan pimpinan sekolah dan pengembangan guru yang diarahkan pada kemampuan inovasi dalam meningkatkan kinerja sekolah dan mutu pendidikan. (3 Pemerintah kabupaten perlu memberdayakan guru yunior untk memenuhi kebutuhan kepemimpinan transformasional, dan (4) Sekolah perlu meningkatkan kemampuan para guru di bidang kepemimpinan, manajemen, pembuatan kebijakan, dan pengambilan keputusan. Untuk meningkatkan pelaksanaan otonomi daerah, desentralisasi pendidikan, dan MBS: (1) Pemerintah pusat tidak menetapkan kebijakan yang berbenturan dengan implementasi kebijakan pengelolaan anggaran pendidikan di tingkat sekolah, (2) Pemerintah propinsi menerapkan kebijakan pendidikan berbasis kebutuhan dan pengembangan daerah, (3) Pemerintah Kabupaten perlu bekerjasama dengan perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat dan kelompok profesi untuk melakukan advokasi pelaksanaan MBS, dan (4) Sekolah perlu membangun kepercayaan terhadap semua pemangku kepentingan melalui pelaksanaan akuntabilitas sekolah kepada masyarakat.
  1. Analisis data
  2. Kritisi pemikiran
  3. Judul :

MENGEMBANGKAN BAHAN AJAR MATA KULIAH PERMODALAN KOPERASI UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA oleh EKAWARNA (JURNAL MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 11, NO. 1, JUNI 2007:
42-47)

b. Dasar teori
--------------------------------
  1. METODE R AND D DALAM PENELITIAN

Metode yang dipilih dalam pengembangan bahan ajar adalah Four-D Model (Thiagarajan, dkk, 1974), yang meliputi tahap pendefinisian (define), perancangan (design), pengembangan (develop), dan tahap pendesiminisasian (desseminate). Penelitian ini juga menerapkan ide-ide penelitian tindakan kelas tahapan ini terdistribusi dalam;
  1. Tahap pendefinisian diawali dengan mengkaji tujuan instruksional yang hendak dicapai yang telah ditetapkan dalam GBPP (Garis Besar Program Perkuliahan) dan analisis kebutuhan mahasiswa. Tahap ini berakhir setelah tujuan instruksional khusus dirumuskan sebagai petunjuk arah yang harus dicapai dalam proses pembelajaran.
  2. Tahap perancangan adalah tahap merancang prototype atau model bahan ajar. metode yang dapat dipilih dalam menyusun desain bahan ajar yaitu: (1) menulis sendiri (starting from scratch), (2) mengemas kembali informasi (information repackaging atau text transformation) dan (3) menata informasi (compilation atau wrap around text). Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode yang ketiga yaitu penataan informasi yaitu dengan mengkompilasi seluruh bahan atau materi perkuliahan yang diambil dari buku teks, jurnal ilmiah, artikel dan lain-lain. Materi-materi yang dibutuhkan dikumpulkan, difotocopi kemudian dipilih, dipilah, dan disusun berdasarkan tujuan instruksional yang akan dicapai, GBPP, dan urutan perkuliahan yang tercantum dalam Silabus mata kuliah permodalan koperasi.


  1. Tahap pengembangan, dibuat rancangan bahan ajar, lembar kritik, kuis dan kuesioner sehingga menghasilkan apa yang disebut “desain” yaitu 6 (enam) desain bahan ajar, 1 (satu) desain lembar kritik, 3 (tiga) desain kuis dan 1 (satu) desain kuesioner. Desain-desain tersebut selanjutnya diserahkan kepada pakar Prof. Dr. H. M. Rachmad, SE, ME Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Jambi yang memiliki spesialisasi di bidang Ilmu Ekonomi Koperasi, untuk direviu. Berdasarkan hasil reviu tersebut, dilakukan revisi perangkat bahan ajar tahap I, dan hasil revisi I tersebut menghasilkan apa yang disebut “Konsep” yang terdiri dari 6 (enam) konsep bahan ajar, 1 (satu) konsep lembar kritik, 3 (tiga) konsep kuis dan 1 (satu) konsep kuesioner. Masih pada tahap ini, konsep bahan ajar, lembar kritik, kuis, dan lembar kuesioner akan dipra-uji cobakan kepada 10 orang mahasiswa semester III program studi Pendidikan Ekonomi Jurusan PIPS FKIP (Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan) untuk dievaluasi terutama dari segi bahasa (apakah mudah/sulit dipahami), istilah (apakah familiar/tidak familiar), tingkat keterbacaan (apakah sajian materi terlalu banyak/sedikit dengan alokasi waktu yang tersedia). Hasil evaluasi mahasiswa ini akan dijadikan bahan untuk Revisi tahap II. Hasil pra-uji coba atau hasil revisi II ini menghasilkan seperangkat naskah bahan

  1. Tahap desiminasi. Pada tahap ini naskah seperangkat bahan ajar yang sudah dua kali direvisi diujicobakan kepada sasaran mahasiswa yang sebenarnya yaitu mahasiswa semester V program studi Pendidikan Ekonomi Jurusan PIPS FKIP


  1. Hasil Penelitian
Bahan ajar yang dirancang dan dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip instruksional yang baik ternyata dapat membantu mahasiswa dalam proses belajarnya, membantu dosen untuk mengurangi waktu penyajian materi dan memperbanyak waktu pembimbingan dosen terhadap mahasiswa, membantu perguruan tinggi dalam meyelesaikan kurikulum dan mencapai tujuan instruksional dengan waktu yang tersedia.
Dalam PPKP ini bahan ajar didefinisikan sebagai bahan-bahan atau materi perkuliahan yang disusun secara sistematis, yang digunakan dosen dan mahasiswa dalam proses pembelajaran. Bahan ajar mempunyai struktur dan urutan yang sistematis, menjelaskan tujuan instruksional yang akan dicapai, dapat memotivasi mahasiswa untuk belajar, mengantisipasi kesulitan belajar mahasiswa dalam bentuk penyediaan bimbingan bagi mahasiswa untuk mempelajari bahan tersebut, memberikan latihan yang banyak bagi mahasiswa, menyediakan rangkuman dan secara umum berorientasi pada mahasiswa secara individual (learned oriented). Biasanya bahan ajar bersifat “mandiri” karena sistematis dan lengkap,

  1. Rekomendasi peneliti
------------------------
  1. Komentar Reviewer

  1. Rancangan ini menerapkan prosedur RND mengacu pada model Four-D Model (Thiagarajan, dkk, 1974), yang meliputi tahap pendefinisian (define), perancangan (design), pengembangan (develop), dan tahap pendesiminisasian (disseminate) dengan tujuan menhasilkan seperangkat bahan ajar.
  2. Kelemahan penelitian ini, Peneliti pada saat tahap pendefinisian tidak secara akurat melakukan riset hanya mengandalkan dari peneirtian terdahulu bahkan hanya mengajcu pada asumsi saja. Pada saat diseminasi hanya diuji pada mahasiswa terpilih hingga tahapan ini perlu di ulang dan di kaji lagi
  1. Judul :

Pengaruh Strategi Pembelajaran dan Gaya Berpikir Siswa terhadap Hasil belajar Motor Otomotif. Disertasi, Herminanto Sofyan. PPS UNJ, 2002.

  1. Rumusan Masalah Penelitian
  1. Apakah ada perbedaan hasil belajar motor otomotif antara siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran kooperatif dengan siswa yang diajar dengan strategi konvensional?
  2. Apakah ada perbedaan hasil belajar motor otomotif antara siswa yang memliki kecenderungan gaya berpikir divergen dan siswa yang memiliki kecenderungan gaya berpikir konvergen?
  3. Apakah ada perbedaan hasil belajar otomotif siswa yang mempunyai kecenderungan gaya berpikir divergen antara yang diajar dengan strategi pembelajaran kooperatif dengan siswa yang diajar dengan strategi konvensional?
  4. Apakah ada perbedaan hasil belajar otomotif siswa yang mempunyai kecenderungan gaya berpikir konvergen antara yang diajar dengan strategi pembelajaran kooperatif dengan siswa yang diajar dengan strategi konvensional?
  5. Apakah ada interaksi antara strategi pembelajaran dan gaya berpikir siswa dalam pengaruhnya terhadap pencapaian hasil belajar siswa?

  1. Metodologi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian Eksperimen Faktorial 2 X 2, dengan variabel terikat hasil belajar motor otomotif, variabel bebas perlakuan strategi pembelajaran, dan variabel atribut gaya berpikir.
Tabel 1. Rancangan Eksperimen Faktorial 2 X 2

Variabel Perlakuan (A)\
Variabel Atribut (B)
Strategi Pembelajaran Kooperatif
(A1)
Strategi Pembelajaran Konvensional
(A2)

Gaya Berpikir Divergen (B1)



A1B1

A2B1

Gaya Berpikir Konvergen (B2)



A1B2

A2B2

  1. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di dua SMK di DI Yogyakarta 2001 Semester I Tahun pelajaran 2001/2002. Subyek yang diambil 72 siswa kelas II, 36 siswa diajar dengan strategi pembelajaran kooperatif dan 36 siswa lainnya diajar dengan strategi pembelajaran konvensional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa;
  1. Dalam pembelajaran motor otomotif penggunaan strategi pembelajaran kooperatif berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar motor otomotif siswa. Rerata hasil belajar motor otomotif siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran kooperatif (X = 26,47) lebih tinggi dari rarata siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran konvensional (X = 24,69); Fo = 11,50 > Ft(α=0,01) = 7,01).
  2. Gaya berpikir siswa berpengaruh tarhadap pencapaian hasil belajar motor otomotif siswa. Rerata hasil belajar motor otomotif siswa yang memiliki kecenderungan gaya berpikir divergen (X = 26,44) lebih tinggi dari pada siswa yang memiliki kecendengan gaya berpikir konvergen (X = 24,72); Fo = 10,79 > Ft(α=0,01) = 7,01).
  3. Bagi siswa yang mempunyai kecenderungan gaya berpikir divergen yang diajar dengan strategi pembelajaran kooperatif mencapai hasil belajar motor otomotif lebih tinggi dari pada siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran konvensional (q0 = 5,00 > qt α=0,05) = 1,94).
  4. Bagi siswa yang mempunyai kecenderungan gaya berpikir konvergen yang diajar dengan strategi pembelajaran kooperatif dan konvensional dalam pembelajaran motor otomotif tidak memberikan perbedaan pengaruh terhadap pencapaian hasil belajar motor otomotif siswa (q0 = 1,44 < qt α=0,05) = 1,94).
  5. Ada interaksi antara strategi pembelajaran dan gaya berpikir siswa dalam pengaruhnya terhadap pencapaian hasil belajat otomotif siawa (Fo = 37,79 > Ft(α=0,05) = 7,00.
Dengan demikian disimpulkan bahwa untuk meningkatkan pencapaian hasil belajar motor otomotif bagi siswa yang mempunyai kecenderungan gaya berpikir divergen dapat dilakukan dengan menggunakan strategi pembelajaran kooperatif, sedangkan bagi siswa yang mempunyai kecenderungan gaya berpikir konvergen penggunaan strategi pembelajaran konvensional tetap diperlukan.

  1. Komentar Reviewer

  1. Rancangan ini menerapkan prosedur random assignment (R) pada responden untuk ditempatkan ke dalam dua kelompok (A dan B). Peneliti melakukan treatment penggunaan strategi pembelajaran pada dua kelompok. Strategi pembelajaran ini terbukti tidak cukup efektif diberikan pada kelompok siswa yang memiliki gaya berpikir konvergen.
  2. Kelemahan penelitian ini, Peneliti tidak melakukan kontrol secara ketat dan cermat dalam seluruh rangkaian proses eksperimen, terutama terhadap Variabel Bebas (Strategi Pembelajaran), sehingga menimbulkan ancaman bagi validitas internal dan eksternal penelitian
  3. Penelitian ini termasuk dalam Ragam Inter-relasi: Necessary Condition, dimana B tak pernah terjadi A.

Minggu, 14 November 2010

soal-soal Laju reaksi

SOAL LAJU REAKSI
Mata Pelajaran : Kimia
Kelas / Semester : XI / gasal
Waktu : 2 X 45 menit
Petunjuk
Tulislah nama dan no. Urut pada lembar jawab yang disediakan
Berilah tanda silang (X) huruf a, b, c, d, atau e pada jawabab yang dianggap benar
Berusahalah sendiri mengerjakan jawaban, tanpa bekerjasama


Faktor-faktor di bawah ini dapat mempengaruhi laju reaksi, kecuali. . . .
Ukuran partikel d. katalisator
Konsentrasi e. warna
suhu
Dalam rumus laju reaksi v = k [A] [B], maka k disebut. . . .
Tingkat laju reaksi
Tetapan kesetimbangan
Tetapan laju reaksi
Laju reaksi
Laju kecepatan reaksi
Satuan yang digunakan untuk laju reaksi adalah. . . .
Mol liter-1 K-1 d. liter-1 detik-1
Mol K-1 e. mol liter-1 detik-1
Mol liter-1
Laju reaksi: 2A + 2B 3C + D pada setiap saat dapat dinyatakan sebagai…
Bertambahnya konsentrasi A tiap satuan waktu
Bertambahnya konsentrasi B tiap satuan waktu
Bertambahnya konsentrasi C tiap satuan waktu
Bertambahnya konsentrasi A dan B tiap satuan waktu
Bertambahnya konsentrasi B dan C tiap satuan waktu
Diketahui reaksi: N2(g) + 3H2(g) 2 NH3(g) bila laju reaksi pembentukan NH3 adalah r mol L-1 s-1, maka. . . .


Reaksinya tingkat satu terhadap gas nitrogen
Banyaknya hidrogen yang bereaksi tiap sekon adalah 3r mol L-1
Gas nitrogen yang berkurang adalah 2r mol setiap sekon
Jumlah ammonia yang terbentuk tidak dipengaruhi oleh konsentrasi awal H2
Pada sekon pertama dihasilkan NH3 sebanyak r mol
Logam magnesium dalam bentuk serbuk labih cepat bereaksi dengan HCl, dibandingkan dalam bentuk padatan. Factor yang menyebabkan perbedaan tersebut adalah. . . .
Konsentrasi d. Katalis
Suhu e. Entalpi
Luas permukaan
Di antara pernyataan berikut yang tidak benar adalah….
Katalis mempercepat laju reaksi
Semakin besar energy pengaktifan, semakin cepat reaksi berlangsung
Semakin besar konsentrasi pereaksi, semakin besar frekuensi tumbukan
Kenaikan suhu akan memperbesar energy kinetic molekul pereksi
Laju reaksi ditentukan oleh tahap reaksi yang berlangsung paling lambat
Zink dapat bereaksi dengan larutan asam klorida menurut persamaan
Zn(s) + 2HCl(aq) → ZnCl2(aq) + H2(g)
Untuk mempercepat pembentukan gas H2, salah satu langkah yang dapat ditempuh adalah. . . .
Zink berbentuk lempeng
Zink berbentuk serbuk
Konsentrasi larutan HCl diperkecil
Suhu diusahakan tetap
Ditambah gas oksigen
Dari suatu reaksi ditemukan bahwa kenaikan suhu sebesar 100C dapat memperbesar kecepatan reaksi 2 kali. Keterangan yang tepat untuk itu adalah. . .
Energi rata-rata partikel yang bereaksi naik menjadi 2 kali
Kecepatan rata-rata partikel yang bereaksi naik menjadi 2 kali
Jumlah partikel yang memiliki energy minimum bertambah menjadi 2 kali
Frekuensi tumbukan naik menjadi 2kali
Energi pengaktifan naik menjadi 2 kali
Diketahui persamaan reaksi berikut:
BrO3− + 5Br − + 6H+ → 3Br2 + 3H2O
Dari eksperimen dapat dirumuskan bahwa laju reaksinya = k [BrO3−] [Br −][H+]2
Dapat dinyatakan bahwa. . . .
Reaksi itu adalah reaksi tingkat tiga
Tingkat reaksi ini adalah lima terhadap ion bromide
Tingkat reaksi totalnya adalah 12
Perubahan (H+) tidak mengubah laju reaksi
Tingkat reaksi itu adalah satu terhadap ion bromat
Suatu reaksi : 2NO(g) + Br2(g)→ 2NOBr(g)
Rumus kecepatan reaksinya adalah:
v = k[NO]2[Br2]
Reaksi di atas adalah reaksi tingkat. . . .
0 d. 3
1 e. 4
2
Diketahui reaksi : P + Q → PQ
Dari data eksperimen diketahui rumus laju reaksi v = k[P][Q]2.
Jika konsentrasi P dan Q masing-masing diperbesar 2 kali semula, maka kecepatan reaksi menjadi. . . .
2v semula d. 10v semula
4v semula e. 12v semula
8v semula

Laju reaksi untuk reaksi P + Q → R + S adalah v = k[P]½[Q]2
Perubahan konsentrasi awal P dan Q yang akan menyebabkan reaksi berlangsung 12 kali lebih cepat adalah. . . .
(P) x 3 dan (Q) x 4
(P) x 5 dan (Q) x 7
(P) x 9 dan (Q) x 2
(P) x 4 dan (Q) x 3
(P) x 6 dan (Q) x 2
Dari percobaan reaksi penguraian gas N2O5 menurut reaksi: 2N2O5(g) → 4NO2(g) + O2(g) diperoleh data sebagai berikut:
[N2O5]
mol/liter
Laju reaksi
N2O5
5 x 10-3
0,62 x 10-3
2,5 x 10-3
0,31 x 10-3
1,25 x 10-3
0,155 x 10-3
Dari data-data di atas maka rumus kecepatan reaksinya adalah. . . .
V = k[N2O5]-1 d. V = k[N2O5]3
V = k[N2O5] e. V = k[N2O5]½
V = k[N2O5]2
Dari hasil percobaan diperoleh data berikut:
[NO]
[H2]
Kecepatan reaksi
0,6
0,1
3,2
0,6
0,3
9,6
0,2
0,5
1,0
0,4
0,5
4,0
Tingkat reaksi untuk reaksi:
2NO(g) + 2H2(g) adalah. . . .
1 d. 3
1,5 e. 3,5
2
Reaksi akan berlangsung 3 kali lebih cepat dari semula setiap kenaikan 200C. Jika pada suhu 300C suatu reaksi berlangsung 3 menit, maka pada suhu 700C reaksi akan berlangsung selama. . . .
⅓ menit d. 4 menit
⅔ menit e. 12 menit
1 menit
Jika pada suhu tertentu waktu paro reaksi orde pertama 2A → 2B + C adalah 3 jam, maka jumlah A yang terurai dalam waktu 9 jam adalah. . . .
12,5% d. 75,0%
25,0% e. 87,5%
50,0%
Untuk reaksi A + B → AB, diperoleh data sebagai beriikut: jika konsentrasi A dinaikkan dua kali pada konsentrasi B tetap, laju reaksi menjadi dua kali lebih besar. Jika konsentrasi A dan B masing-masing dinaikkan dua kali, laju reaksi menjadi delapan kali lebih besar. Persamaan laju reaksi adalah. . . .
k[A][B]2 d. k [A]2[B]2
k [A][B] e. k [A][B]3
k [A]2[B]

Laju reaksi suatu gas dinyatakan dengan v = k [A]2[B]. Bila volum diperkecil menjadi ¼ kali volum semula, maka laju reaksi jika dibandingkan dengan laju reaksi mula-mula adalah. . . .
4 kali d. 32 kali
8 kali e. 64 kali
16 kali
Pada reaksi: Cl2(g) + 2NO(g) → 2NOCl(g), jika konsentrasi kedua pereaksi diperbesar 2 kali maka laju reaksi menjadi 8 kali semula. Apabila hanya konsentrasi Cl2 yang diperbesar 2 kali, laju reaksi menjadi 2 kali semula. Orde reaksi NO adalah. . . .
0 d. 2
½ e. 3
1
Suatu reaksi tertentu yang berorde nol terhadap pereaksi A mempunyai nilai k=0,025 M.s-1. Jika konsentrasi awal A adalah 0,50 M, maka konsentrasinya saat reaksi berlangsung selama 15 detik adalah. .
0,500 M d. 0,060 M
0,320 M e. 0,030 M
0,125 M
Tabel berikut member informasi tentang konsentrasi awal pereaksi dan waktu yang diperlukan untuk membentuk hasil reaksi tertentu menurut persamaan reaksi X + Y → P + Q
Reaksi
[X]awal (mol dm-3)
[Y]awal (mol dm-3)
Waktu (detik)
a
0,4
0,01
152±6
b
0,8
0,01
73±4
c
1,2
0,01
52±5
Laju reaksi sebanding dengan [X] awal pangkat. . . .
0 d. 2
½ e. 3
1
Pada reaksi A + B → hasil reaksi, diperoleh data eksperimen pada suhu tetap sebagai berikut:
No
[A] (M)
[B] (M)
Laju reaksi (m/det)
1
0,1
0,1
30
2
0,5
0,7
150
3
0,1
0,3
270
Maka tingkat reaksinya adalah. . . .
1 d. 4
2 e. 5
3
Bila pada suhu tertentu, laju penguraian N2O5 menjadi NO2 dan O2 adalah sebesar 2,5 x 10-6 mol/L, maka laju pembentukan NO2 adalah. . . .


1,3 x 10-6 mol/L.s d. 5,0 x 10-6 mol/L.s
2,5 x 10-6 mol/L.s e. 6,2 x 10-6 mol/L.s
3,9 x 10-6 mol/L.s
Ammonia dapat dibakar dengan persamaan reaksi:
4NH3(g) + 5O2(g) → 4NO(g) + 6H2O(g)
Jika pada waktu tertentu diketahui laju reaksi ammonia sebesar 0,24 mol L-1det-1, maka laju reaksi oksigen (O2) dan laju reaksi pembentukan H2O berturut-turut adalah. . . .
0,24 dan 0,36 mol L-1 det-1
0,30 dan 0,24 mol L-1 det-1
0,36 dan 0,30 mol L-1 det-1
0,30 dan 0,36 mol L-1 det-1
Tidak ada perbedaan laju reaksi

Riview MP

A.Judul :

Evaluasi Implementasi Kebijakan Tentang Pengelolaan Anggaran Pendidikan Di Sekolah (Studi Kasus Di Kabupaten Majalengka Dan Bantul) Oleh yoyon suryono, 2006 Perpus UNY, disertasi, tidak diterbitkan

B.Dasar pemikiran
Melalui penerapan manajemen berbasis sekolah (MBS), Pemerintah pusat melimpahkan pembuatan kebijakan pengelolaan anggaran pendidikan ke tingkat sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi implementasi kebijakan yang dilimpahkan itu dilihat dari faktor-faktor: (1) individual yang berupa kepentingan-kepentingan dan kualitas pelaku, (2)  organisasional yang berupa melaksanakan dan tidak melaksanakan MBS, dan (3) lingkungan eksternal yang berupa perbedaan lokasi kabupaten dan propinsi
C.Focus penelitian
Permasalahan utama penelitian ini adalah apakah perbedaan faktor-faktor personal, organisasional, dan lingkungan eksternal menimbulkan juga perbedaan keberhasilan sekolah dalam mengimplementasikan kebijakan pengelolaan anggaran pendidikan di tingkat sekolah dalam bingkai meningkatkan kinerja sekolah dan mutu pendidikan.
D.Metode Penelitian
Penelitian ini berupa evaluasi-diagnostik terhadap implementasi kebijakan yang dilaksanakan di empat SMA yang ditetapkan secara purposif di Kabupaten Majalengka dan Bantul dengan pendekatan kualitatif berparadigma rasionalistik. Pada tahap monitoring-diagnostik, penelitian ini menggunakan survey-sampel dengan wawancara panel dan kuesioner tipe-1, sedangkan pada tahap evaluasi-diagnostik menggunakan penelitian lapangan dengan pengamatan, wawancara mendala, kuesioner tipe-2, diskusi kelompok, dan evaluasi dokumen. Data yang diperoleh disajikan dalam format matriks, dianalisis dalam alur monitoring-diagnostik dan evaluasi-diagnostik mengikuti kerangka-kerja logik yang sering dipakai dalam evaluasi program atau proyek. Penarikan kesimpulan dan pemaknaan hasil didasarkan pada fenomena-logik-etik dan emik


E.Hasil penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekolah-sekolah yang diteliti: (1) belum ada peningkatan mutu pendidikan sebagai keluaran kebijakan implementasi MBS, (2) belum ada peningkatan kinerja sekolah baik akademik maupun non akademik sebagai keluaran implementasi kebijakan pengelolaan anggaran pendidikan di tingkat sekolah, karena (a) kurang melibatkan warga sekolah seperti digariskan dalam kebijakan MBS, (b) penetapan kebijakan pengelolaan anggaran pendidikan di sekolah dilakukan oleh kepala sekolah, meskipun "satuan tugas" yang dibentuk merupakan pelaku yang sangat berperan dalam menyusun RAPBS, dan (c) keluaran kebijakan masih berupa RAPBS sebagai pengulangan prosesi rutin tahunan sehingga sekolah masih bergantung kepada alokasi anggaran dari pemerintah Pusat dan Daerah, sumber dana dari orangtua, masyarakat, dan sumber lain masih terbatas, serta pengeluaran sekolah belum sepenuhnya untuk peningkatan pembelajaran, masih lebih banyak untuk membiayai kegiatan rutin seperti gaji guru dan pegawai. Hasil penelitian menunjukkan juga bahwa di tingkat sekolah ada perbedaan faktor individual pelaku yaitu perbedaan kepentingan pelaku (pada jabatan dan finansial) dan perbedaan mutu pelaku (pada kemampuan kepemimpinan, manajerial, pengalaman, dan senioritas) tetapi tidak menimbulkan perbedaan keberhasilan sekolah dalam mengimplementasikan kebijakan, meningkatkan kinerja sekolah, dan mutu pendidikan. Demikian juga perbedaan faktor organisasional pada sekolah yang melaksanakan dan tidak melaksanakan MBS serta keberhasilan pemerintah pusat, propinsi, dan kabupaten sebagai faktor lingkungan eksternal dalam melaksanakan otonomi daerah, desentralisasi pendidikan, dan MBS tidak menunjukkan terjadinya perbedaan peningkatan kinerja sekolah dan mutu pendidikan.
D. Rekomendasi peneliti
Rekomendasi yang dapat diajukan untuk meningkatkan kinerja sekolah dan mutu pendidikan adalah agar (1) pemerintah pusat menetapkan kebijakan mutu pendidikan yang benar, mengurangi kebijakan yang kontra-produktif, berorientasi finansial dan kepentingan pilitik, merubah pengambilan keputusan yang struktural-birokratik, dan memberi keleluasaan pemerintah propinsi, kabupaten dan sekolah mengolah kebijakan yang kontekstual dengan kebutuhannya, (2) Pemerintah Propinsi menyusun panduan pencapaian mutu pendidikan dan implementasi MBS secara lebih operasional, (3) Pemerintah kabupaten melaksanakan monitoring dan evaluasi tingkat pencapaian mutu pendidikan sesuai kerangka kerja MBS, dan (4) Sekolah juga perlu merekonstruksi pengertian prestasi belajar, kinerja sekolah, dan mutu pendidikan. Rekomendasi untuk meningkatkan keberhasilan implementasi kebijakan pengelolaan anggaran pendidikan di tingkat sekolah adalah agar (1) Pemerintah pusat mengedepankan pendekatan fungsional dan memberdayakan kelompok potensial dalam melaksanakan MBS, (2) Pemerintah propinsi perlu menyusun panduan sosialisasi pelaksanaan MBS secara lebih komunikatif, (3) Pemerintah kabupaten perlu melakukan sosialisasi implementasi MBS bersama Dewan Pendiidkan dan Komite Sekolah serta mengalokasikan dana yang mencukupi, dan (4) Sekolah perlu melaksanakan MBS secara benar melalui pelaksanaan rencana strategis yang telah dibuatnya. Rekomendasi untuk meningkatkan kemampuan individual, organisasional, dan dukungan lingkungan eksternal adalah agar (1) Pemerintah Pusat membuat kebijakan pengangkatan pimpinan sekolah dan pengembnagan guru berdasarkan kemampuan dan memenuhi kebutuhan pendapatan yang layak, (2) Pemerintah propinsi melaksanakan kebijakan pengangkatan pimpinan sekolah dan pengembangan guru yang diarahkan pada kemampuan inovasi dalam meningkatkan kinerja sekolah dan mutu pendidikan. (3 Pemerintah kabupaten perlu memberdayakan guru yunior untk memenuhi kebutuhan kepemimpinan transformasional, dan (4) Sekolah perlu meningkatkan kemampuan para guru di bidang kepemimpinan, manajemen, pembuatan kebijakan, dan pengambilan keputusan. Untuk meningkatkan pelaksanaan otonomi daerah, desentralisasi pendidikan, dan MBS: (1) Pemerintah pusat tidak menetapkan kebijakan yang berbenturan dengan implementasi kebijakan pengelolaan anggaran pendidikan di tingkat sekolah, (2) Pemerintah propinsi menerapkan kebijakan pendidikan berbasis kebutuhan dan pengembangan daerah, (3) Pemerintah Kabupaten perlu bekerjasama dengan perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat dan kelompok profesi untuk melakukan advokasi pelaksanaan MBS, dan (4) Sekolah perlu membangun kepercayaan terhadap semua pemangku kepentingan melalui pelaksanaan akuntabilitas sekolah kepada masyarakat.
F.Analisis data
G.Kritisi pemikiran
H.Judul :

MENGEMBANGKAN BAHAN AJAR MATA KULIAH PERMODALAN KOPERASI UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA oleh EKAWARNA (JURNAL MAKARA, SOSIAL HUMANIORA, VOL. 11, NO. 1, JUNI 2007:
42-47)

b. Dasar teori
--------------------------------
I.METODE R AND D DALAM PENELITIAN

Metode yang dipilih dalam pengembangan bahan ajar adalah Four-D Model (Thiagarajan, dkk, 1974), yang meliputi tahap pendefinisian (define), perancangan (design), pengembangan (develop), dan tahap pendesiminisasian (desseminate). Penelitian ini juga menerapkan ide-ide penelitian tindakan kelas tahapan ini terdistribusi dalam;
1.Tahap pendefinisian diawali dengan mengkaji tujuan instruksional yang hendak dicapai yang telah ditetapkan dalam GBPP (Garis Besar Program Perkuliahan) dan analisis kebutuhan mahasiswa. Tahap ini berakhir setelah tujuan instruksional khusus dirumuskan sebagai petunjuk arah yang harus dicapai dalam proses pembelajaran.
2.Tahap perancangan adalah tahap merancang prototype atau model bahan ajar. metode yang dapat dipilih dalam menyusun desain bahan ajar yaitu: (1) menulis sendiri (starting from scratch), (2) mengemas kembali informasi (information repackaging atau text transformation) dan (3) menata informasi (compilation atau wrap around text). Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode yang ketiga yaitu penataan informasi yaitu dengan mengkompilasi seluruh bahan atau materi perkuliahan yang diambil dari buku teks, jurnal ilmiah, artikel dan lain-lain. Materi-materi yang dibutuhkan dikumpulkan, difotocopi kemudian dipilih, dipilah, dan disusun berdasarkan tujuan instruksional yang akan dicapai, GBPP, dan urutan perkuliahan yang tercantum dalam Silabus mata kuliah permodalan koperasi.


3.Tahap pengembangan, dibuat rancangan bahan ajar, lembar kritik, kuis dan kuesioner sehingga menghasilkan apa yang disebut “desain” yaitu 6 (enam) desain bahan ajar, 1 (satu) desain lembar kritik, 3 (tiga) desain kuis dan 1 (satu) desain kuesioner. Desain-desain tersebut selanjutnya diserahkan kepada pakar Prof. Dr. H. M. Rachmad, SE, ME Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Jambi yang memiliki spesialisasi di bidang Ilmu Ekonomi Koperasi, untuk direviu. Berdasarkan hasil reviu tersebut, dilakukan revisi perangkat bahan ajar tahap I, dan hasil revisi I tersebut menghasilkan apa yang disebut “Konsep” yang terdiri dari 6 (enam) konsep bahan ajar, 1 (satu) konsep lembar kritik, 3 (tiga) konsep kuis dan 1 (satu) konsep kuesioner. Masih pada tahap ini, konsep bahan ajar, lembar kritik, kuis, dan lembar kuesioner akan dipra-uji cobakan kepada 10 orang mahasiswa semester III program studi Pendidikan Ekonomi Jurusan PIPS FKIP (Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan) untuk dievaluasi terutama dari segi bahasa (apakah mudah/sulit dipahami), istilah (apakah familiar/tidak familiar), tingkat keterbacaan (apakah sajian materi terlalu banyak/sedikit dengan alokasi waktu yang tersedia). Hasil evaluasi mahasiswa ini akan dijadikan bahan untuk Revisi tahap II. Hasil pra-uji coba atau hasil revisi II ini menghasilkan seperangkat naskah bahan

4.Tahap desiminasi. Pada tahap ini naskah seperangkat bahan ajar yang sudah dua kali direvisi diujicobakan kepada sasaran mahasiswa yang sebenarnya yaitu mahasiswa semester V program studi Pendidikan Ekonomi Jurusan PIPS FKIP


J.Hasil Penelitian
Bahan ajar yang dirancang dan dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip instruksional yang baik ternyata dapat membantu mahasiswa dalam proses belajarnya, membantu dosen untuk mengurangi waktu penyajian materi dan memperbanyak waktu pembimbingan dosen terhadap mahasiswa, membantu perguruan tinggi dalam meyelesaikan kurikulum dan mencapai tujuan instruksional dengan waktu yang tersedia.
Dalam PPKP ini bahan ajar didefinisikan sebagai bahan-bahan atau materi perkuliahan yang disusun secara sistematis, yang digunakan dosen dan mahasiswa dalam proses pembelajaran. Bahan ajar mempunyai struktur dan urutan yang sistematis, menjelaskan tujuan instruksional yang akan dicapai, dapat memotivasi mahasiswa untuk belajar, mengantisipasi kesulitan belajar mahasiswa dalam bentuk penyediaan bimbingan bagi mahasiswa untuk mempelajari bahan tersebut, memberikan latihan yang banyak bagi mahasiswa, menyediakan rangkuman dan secara umum berorientasi pada mahasiswa secara individual (learned oriented). Biasanya bahan ajar bersifat “mandiri” karena sistematis dan lengkap,

K.Rekomendasi peneliti
------------------------
L.Komentar Reviewer

(1)Rancangan ini menerapkan prosedur RND mengacu pada model Four-D Model (Thiagarajan, dkk, 1974), yang meliputi tahap pendefinisian (define), perancangan (design), pengembangan (develop), dan tahap pendesiminisasian (disseminate) dengan tujuan menhasilkan seperangkat bahan ajar.
(2)Kelemahan penelitian ini, Peneliti pada saat tahap pendefinisian tidak secara akurat melakukan riset hanya mengandalkan dari peneirtian terdahulu bahkan hanya mengajcu pada asumsi saja. Pada saat diseminasi hanya diuji pada mahasiswa terpilih hingga tahapan ini perlu di ulang dan di kaji lagi
M.Judul :

Pengaruh Strategi Pembelajaran dan Gaya Berpikir Siswa terhadap Hasil belajar Motor Otomotif. Disertasi, Herminanto Sofyan. PPS UNJ, 2002.

N.Rumusan Masalah Penelitian
1.Apakah ada perbedaan hasil belajar motor otomotif antara siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran kooperatif dengan siswa yang diajar dengan strategi konvensional?
2.Apakah ada perbedaan hasil belajar motor otomotif antara siswa yang memliki kecenderungan gaya berpikir divergen dan siswa yang memiliki kecenderungan gaya berpikir konvergen?
3.Apakah ada perbedaan hasil belajar otomotif siswa yang mempunyai kecenderungan gaya berpikir divergen antara yang diajar dengan strategi pembelajaran kooperatif dengan siswa yang diajar dengan strategi konvensional?
4.Apakah ada perbedaan hasil belajar otomotif siswa yang mempunyai kecenderungan gaya berpikir konvergen antara yang diajar dengan strategi pembelajaran kooperatif dengan siswa yang diajar dengan strategi konvensional?
5.Apakah ada interaksi antara strategi pembelajaran dan gaya berpikir siswa dalam pengaruhnya terhadap pencapaian hasil belajar siswa?

O.Metodologi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian Eksperimen Faktorial 2 X 2, dengan variabel terikat hasil belajar motor otomotif, variabel bebas perlakuan strategi pembelajaran, dan variabel atribut gaya berpikir.
Tabel 1. Rancangan Eksperimen Faktorial 2 X 2

Variabel Perlakuan (A)\
Variabel Atribut (B)
Strategi Pembelajaran Kooperatif
(A1)
Strategi Pembelajaran Konvensional
(A2)

Gaya Berpikir Divergen (B1)


A1B1

A2B1

Gaya Berpikir Konvergen (B2)


A1B2

A2B2

P.Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di dua SMK di DI Yogyakarta 2001 Semester I Tahun pelajaran 2001/2002. Subyek yang diambil 72 siswa kelas II, 36 siswa diajar dengan strategi pembelajaran kooperatif dan 36 siswa lainnya diajar dengan strategi pembelajaran konvensional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa;
(1)Dalam pembelajaran motor otomotif penggunaan strategi pembelajaran kooperatif berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar motor otomotif siswa. Rerata hasil belajar motor otomotif siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran kooperatif (X = 26,47) lebih tinggi dari rarata siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran konvensional (X = 24,69); Fo = 11,50 > Ft(α=0,01) = 7,01).
(2)Gaya berpikir siswa berpengaruh tarhadap pencapaian hasil belajar motor otomotif siswa. Rerata hasil belajar motor otomotif siswa yang memiliki kecenderungan gaya berpikir divergen (X = 26,44) lebih tinggi dari pada siswa yang memiliki kecendengan gaya berpikir konvergen (X = 24,72); Fo = 10,79 > Ft(α=0,01) = 7,01).
(3)Bagi siswa yang mempunyai kecenderungan gaya berpikir divergen yang diajar dengan strategi pembelajaran kooperatif mencapai hasil belajar motor otomotif lebih tinggi dari pada siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran konvensional (q0 = 5,00 > qt α=0,05) = 1,94).
(4)Bagi siswa yang mempunyai kecenderungan gaya berpikir konvergen yang diajar dengan strategi pembelajaran kooperatif dan konvensional dalam pembelajaran motor otomotif tidak memberikan perbedaan pengaruh terhadap pencapaian hasil belajar motor otomotif siswa (q0 = 1,44 < qt α=0,05) = 1,94). (5)Ada interaksi antara strategi pembelajaran dan gaya berpikir siswa dalam pengaruhnya terhadap pencapaian hasil belajat otomotif siawa (Fo = 37,79 > Ft(α=0,05) = 7,00.
Dengan demikian disimpulkan bahwa untuk meningkatkan pencapaian hasil belajar motor otomotif bagi siswa yang mempunyai kecenderungan gaya berpikir divergen dapat dilakukan dengan menggunakan strategi pembelajaran kooperatif, sedangkan bagi siswa yang mempunyai kecenderungan gaya berpikir konvergen penggunaan strategi pembelajaran konvensional tetap diperlukan.

Q.Komentar Reviewer

(3)Rancangan ini menerapkan prosedur random assignment (R) pada responden untuk ditempatkan ke dalam dua kelompok (A dan B). Peneliti melakukan treatment penggunaan strategi pembelajaran pada dua kelompok. Strategi pembelajaran ini terbukti tidak cukup efektif diberikan pada kelompok siswa yang memiliki gaya berpikir konvergen.
(4)Kelemahan penelitian ini, Peneliti tidak melakukan kontrol secara ketat dan cermat dalam seluruh rangkaian proses eksperimen, terutama terhadap Variabel Bebas (Strategi Pembelajaran), sehingga menimbulkan ancaman bagi validitas internal dan eksternal penelitian
(5)Penelitian ini termasuk dalam Ragam Inter-relasi: Necessary Condition, dimana B tak pernah terjadi A.