Minggu, 13 November 2011

Zat Aditif Dalam Bahan Pangan


I.            PENDAHULUAN
Sejak pertengahan abad ke-20 ini, peranan bahan tambahan pangan (BTP) khususnya bahan pengawet menjadi semakin penting sejalan dengan kemajuan teknologi produksi bahan tambahan pangan sintetis. Penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) dalam proses produksi pangan perlu diwaspadai bersama, baik oleh produsen maupun oleh konsumen. Dampak penggunaannya dapat berakibat positif maupun negatif bagi masyarakat.
Kita hidup dalam masyarakat menjadi sadar akan gizi dan sadar untuk menjadi konsumen yang baik. Dewasa ini, masyarakat bukan hanya tertarik pada aspek apakah bahan pangan memberikan cita rasa enak, apakah anak-anak mau menikmati pangan yang disajikan, tetapi lebih dari itu masyarakat telah tertarik pada hal-hal apakah bahan pangan itu baik untuk dikonsumsi dan komponen apa saja yang terdapat di dalamnya.
Pada pembahasan kali ini, kita akan membahas berbagai bahan tambahan pangan yang meliputi: bahan pewarna, bahan pemanis, bahan pengawet, serta bahaya dalam bahan tambahan pangan bagi produsen maupun konsumen.

II.         RUMUSAN MASALAH
A.    Pengertian Zat Aditif Dalam Bahan Pangan
B.     Macam-macam Zat Aditif  Dalam Bahan Pangan
1.      Bahan Pewarna Pangan
2.      Bahan Pemanis Pangan
3.      Bahan Pengawet Pangan
C.     Bahaya Dalam Bahan Pangan

III.      PEMBAHASAN
A.    Pengertian Zat Aditif Dalam Bahan Pangan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988, Bahan Tambahan Pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredient khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (temasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.[1]
 Umumnya beberapa bahan tambahan pangan (BTP) digunakan dalam pangan untuk memperbaiki tekstur, flavor, warna atau yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian dan perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh fungi, bakteri dan mikroba lainnya.
Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu:
1.      Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna, dan pengeras.
2.      Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat dengan tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa dalam makanan yang akan dikonsumsi. Contoh residu pestisida, insektisida, fungisida, antibiotik, dan hidrokarbon aromatik polisiklis. .[2] 
Penggunaan bahan aditif pada makanan tersebut di Indonesia telah ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan Undang-undang, Peraturan Menteri Kesehatan dan lain-lain disertai dengan batasan maksimum penggunaannya. Di samping itu UU Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan Pasal 10 ayat 1 dan 2 beserta penjelasannya erat kaitannya dengan bahan tambahan makanan yang pada intinya adalah untuk melindungi konsumen agar penggunaan bahan tambahan makanan tersebut benar-benar aman untuk dikonsumsi dan tidak membahayakan.[3]
Pada dasarnya baik masyarakat desa maupun kota, pasti telah menggunakan zat aditif makanan dalam kehidupannya sehari-hari. Secara ilmiah, zat aditif makanan di definisikan sebagai bahan yang ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu. Disini zat aditif makanan sudah termasuk : pewarna, penyedap, pengawet, pemantap, antioksidan, pengemulsi, pengumpal, pemucat, pengental, dan anti gumpal.

B.  Macam-macam Zat Aditif  Dalam Bahan Pangan
Zat aditif makanan telah dimanfaatkan dalam berbagai proses pengolahan makanan, berikut adalah beberapa contoh zat aditif:
1.        Bahan Pewarna Pangan
Penampilan makanan termasuk bentuk dan warnanya dapat menambah daya tarik dan menggugah selera, oleh karenanya, sejak lama penggunaan pewarna makanan telah dikenal luas di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia. Masyarakat tradisional Indonesia biasa menggunakan bahan-bahan alami sebagai pewarna makanan, misalanya kunyit untuk warna kuning, daun suji untuk warna hijau. Namun seiring perkembangan teknologi dan tuntutan zaman, penggunaan pewarna makanan alami mulai diganti dengan pewarna makanan sintesis karena penggunaannya lebih praktis dan harganya lebih murah.
Berdasarkan sumbernya, secara garis besar dikenal dua jenis zat pewarna yang termasuk kedalam golongan bahan tambahan pangan, yaitu :[4]
a.         Zat pewarna alami
Zat pewarna alami dibuat dari ekstrak bagian-bagian tumbuhan tertentu, misalnya warna hijau dari daun pandan atau daun suji, warna kuning dari kunyit. Tahu yang berwarna kuning berasal dari kunyit. Karena jumlah pilihan warna dari zat pewarna alami terbatas maka dilakukan upaya menyintesis zat pewarna yang cocok untuk makanan dari bahan-bahan kimia.
Kelompok tanaman atau hewan yang memiliki warna alami dan dapat digunakan dalam tambahan makanan, diantaranya:
1)      Karamel, berasal dari gula yang dipanaskan dengan air dan dapat menghasilkan warna coklat.
2)      Anthosianin, berasal dari tanaman yang dilarutkan kedalam air dan dapat menghasilkan warna jingga, merah, dan biru;
3)      Tannin, berasal dari tanaman yang dilarutkan kedalam air dan menghasilkan warna bening atau tidak berwarna;
4)      Batalain, berasal dari tanaman yang dilarutkan kedalam air dan menghasilkan warna kuning dan merah;
5)      Xanthon, berasal dari tanaman yang dilarutkan kedalam air dan menghasilkan warna kuning;
6)      Klorofil, berasal dari tanaman yang dilarutkan kedalam lipida dan air dan menghasilkan warna hijau dan coklat;
7)      Heme, berasal dari hewan dan menghasilkan warna merah dan coklat.
b.         Zat pewarna sintetik
Zat pewarna sintetik dibuat dari bahan-bahan kimia. Dibandingkan dengan pewarna alami, pewarna sintetik memiliki beberapa kelebihan, yaitu memiliki pilihan warna yang lebih banyak, mudah disimpan, dan lebih tahan lama. Beberapa zat pewarna sintetik bisa saja memberikan warna yang sama, namun belum tentu semua zat pewarna tersebut cocok dipakai sebagai zat aditif pada makanan dan minuman.
Penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan pangan walaupun sudah ada peraturan yang mengaturnya masih seringkali terjadi, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan pangan. Pewarna tekstil tersebut yang banyak digunakan adalah :
1)      Rhodamin B
Rhodamin B merupakan bahan pewarna sintetis dalam industri tekstil dan kertas, yang secara illegal digunakan untuk pewarna makanan. Makanan yang menggunakan bahan ini bisa dikenali dari warna merah mencolok yang tidak wajar, banyak terdapat titik-titik warna karena tidak homogen dan tidak pudar apabila terkena panas (digoreng atau direbus).
2)      Methanyl Yellow (pewarna kuning)
Metanil Yellow adalah pemberi warna kuning, yang digunakan untuk industri tekstil dan cat. Bentuknya bisa berupa serbuk, bisa pula berupa padatan. Biasanya digunakan secara illegal pada industri mie, kerupuk dan jajanan berwarna kuning mencolok.
Di Indonesia, penggunaan zat pewarna untuk makanan (baik yang diizinkan maupun dilarang) diatur dalam SK Menteri Kesehatan RI No. 235/Menkes/Per/VI/79 dan di revisi melalui SK Menteri Kesehatan RI No. 235/Menkes/Per/VI/88 mengenai bahan tambahan makanan.[5]
2.        Bahan Pemanis Pangan
Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan digunakan untuk keperluan produk olahan pangan. Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma, memperbaiki sifat-sifat fisik, sebagai pengawet, memperbaiki sifat kimia sekaligus sebagai sumber kalori bagi tubuh, mengembangkan jenis minuman dan makanandengan jumlah kalori terkontrol, mengontrol program pemeliharaan dan penurunan berat badan, mengurangi kerusakan gigi, dan sebagai bahan substitusi pemanis utama.
Dilihat dari sumbernya pemanis dikelompokkan menjadi 2, yaitu :
a.       Pemanis alami, yaitu pemanis yang biasanya berasal dari tanaman. Beberapa pemanis alami yang sering digunakan antara lain sukrosa, laktosa, maltosa, galaktosa, D-glukosa, sorbitol, glisin dan lain-lain.
b.      Pemanis sintesis, yaitu bahan tambahan pangan yang dapat menyebabkan rasa manis pada pangan tetapi tidak memiliki nilai gizi. Beberapa pemanis sintetis yang telah dikenal dan banyak digunakan antara lain: [6]
1)        Sakarin
Sakarin secara luas digunakan sebagai pengganti gula karena mempunyai sifat yang stabil, nonkarsinogenik, nilai kalori rendah, dan harganya relatif murah, selain itu sakarin banyak digunakan untuk mengganti sukrosa bagi penderita diabetes mellitus atau untuk bahan pangan yang berkalori rendah.
2)        Siklamat
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/88, kadar maksimum asam siklamat yang diperbolehkan dalam makanan dan minuman berkalori rendah dan untuk penderita diabetes mellitus adalah 3 gram bahan makanan dan minuman. Adanya peraturan bahwa penggunaannya masih diperbolehkan, serta kemudahan mendapatkannya dengan harga relatif murah dibandingkan dengan gula alam, maka hal tersebut menyebabkan produsen makanan dan minuman terdorong untuk menggunakannya di dalam produk makanan atau minumannya tersebut.
3)        Aspartam
Pada penggunaan dalam minuman ringan, aspartam kurang menguntungkan karena penyimpanan dalam waktu lama akan mengakibatkan turunnya rasa manis. Selain itu aspartam tidak tahan panas sehingga tidak baik digunakan dalam bahan makanan yang diolah melalui pemanasan.
4)        Nitro-propoksi-anilin
Senyawa ini adalah senyawa yang mempunyai tingkat kemanisan paling tinggi dan tanpa menimbulkan rasa pahit, tingkat kemanisannya 4.100 kali kemanisan gula tebu murni. Senyawa ini berbentuk Kristal berwarna jingga.
Masih banyak pemanis sintesis yang beredar dan digunakan sebagai pemanis dalam berbagai produk makanan dan minuman termasuk yang digunakan dalam beberapa produk minuman berenergi. Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi produksi bahan kimia dan teknologi pengolahan makanan, bahan pemanis alternatif alami mulai banyak digunakan. Hal ini ditunjang oleh tren back to nature dan adanya kesadaran konsumen untuk menggunakan produk yang aman dan bergizi.

3.        Bahan Pengawet Pangan
Bahan Pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Bahan tambahan pangan ini biasanya ditambahkan kedalam makanan yang mudah rusak, atau makanan yang disukai sebagai media tumbuhnya bakteri atau jamur, misalnya pada produk daging, buah-buahan, dan lain-lain.
Berdasarkan Permenkes No. 722/88 terdapat 26 jenis pengawet yang diizinkan untuk digunakan dalam makanan. Adapun kelompok pengawet tersebut adalah: asam benzoat, asam propionat, asam sorbat, belerang dioksida, etil p-hidroksi benzoat, kalium benzoat, kalium bisulfit, kalium nitrat, kalium nitrit, kalium propionat, kalium sorbat, kalium sulfit, kalsium benzoat, kalsium propionat, kalsium sorbat, natrium benzoat, metil p-hidroksi benzoat, natrium bisulfit, natrium metabisulfit, natrium nitrat, natrium nitri, natrium propionat, natrium sulfit, nisin, propil -p- hidroksi benzoat.
Pemakaian bahan pengawet dari satu sisi menguntungkan karena dengan bahan pengawet bahan pangan dapat dibebaskan dari kehidupan mikroba, baik yang bersifat pathogen yang dapat menyebabkan keracunan atau gangguan kesehatan lainnya maupun mikroba yang nonpatogen yang dapat menyebabkan kerusakan bahan makanan, misalnya pembusukkan.
Namun dari sisi lain, bahan pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimia yang merupakan bahan asing yang masuk bersama pangan yang dikonsumsi. Apabila pemakaian bahan makanan dan dosisnya tidak diatur dan diawasi kemungkinan besar akan menimbulkan kerugian besar bagi pemakainya, baik yang bersifat langsung misalnya keracunan, maupun yang bersifat tidak langsung atau kumulatif misalnya apabila pengawet yang digunakan bersifat karsinogenik.
Penggunaan bahan pengawet yang dapat membahayakan kesehatan adalah penggunaan boraks dan formalin.

a.         Boraks
Boraks adalah bahan pengawet kayu dan antiseptik pengontrol kecoa. Fungsinya hampir sama dengan pestisida. Boraks berbentuk serbuk kristal putih tanpa bau dan mudah larut dalam air. Boraks digunakan secara illegal dalam industri makanan bakso dan kerupuk, karena mampu memberi efek bagus pada tekstur makanan. Bakso dengan boraks menjadi kenyal, renyah, dan tahan lama. Kerupuk dengan boraks pun lebih renyah dan empuk.
b.         Formalin
Formalin merupakan bahan kimia dalam industri kayu lapis, dan digunakan sebagai bahan disinfektan pada rumah sakit. Formalin digunakan secara illegal untuk bahan pengawet. Deteksi formalin  kualitatif maupun kuantitatif secara akurat hanya dapat dilakukan di laboratorium dengan menggunakan pereaksi kimia.[7]
Ada beberapa jenis bahan pengawet yang banyak digunakan dalam masyarakat, yaitu :
1)        Zat Pengawet Anorganik
Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit, hidrogen peroksida, nitrat, dan nitrit. Selain sebagai pengawet, sulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil. Hasil reaksi itu akan mengikat melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna cokelat. Sulfur diogsida juga dapat berfungsi sebagai anti oksidan dan meningkatkan daya kembang terigu. Garam nitrat dan nitrit umumnya digunakan pada proses curing daging untuk memperoleh warna yang baik untuk mencegah pertumbuhan mikroba seperti, Clostridum botolinum, suatu bakteri yang memproduksi racun yang mematikan. Penggunaan Na-Nitrit sebagai pengawet untuk mempertahankan warna daging atau ikan ternyata menimbulkan efek yang membahayakan. Nitrit dapat berikatan dengan amino atau amida dan membentuk turunan nitrosamin yang bersifat toksik. Reaksi pembentukan nitrosamin dalam pengolahan atau dalam perut yang bersuasana asam:
                   
R2NH + N2O3 → R2N. NO + HNO2
                    (amin sekunder)
                    R3N + N2O3 → R2N. NO + R
                    Nitrosamina (karsinogenik)
2)        Zat Pengawet Organik
Zat Pengawet Organik lebih banyak dipakai daripada yang anorganik karena bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan organik baik digunakan dalam asam, maupun dalam bentuk garamnya. Zat kimia yang sering dipakai sebagai bahan pengawet ialah asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat, dan epoksida.
Secara umum penambahan bahan pengawet tersebut pada pangan bertujuan sebagai berikut :
a.       Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat pathogen maupun yang tidak pathogen.
b.      Memperpanjang umur simpan pangan.
c.       Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan yang diawetkan.
d.      Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah.
e.       Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau tidak memenuhi persyaratan.
f.       Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.
Penggunaan bahan pengawet untuk mengawetkan bahan pangan ini juga diharapkan tidak akan menambah biaya produksi, dan tidak akan mempengaruhi harga bahan pangan yang diawetkan, tetapi produsen mendapatkan keuntungan yang cukup besar dari lamanya umur simpan sehingga bahan pangan yang diawetkan tersebut dapat terjual cukup banyak dibandingkan tanpa pengawetan.[8]

C.  Bahaya Zat Aditif Dalam Bahan Pangan
Zat aditif yang ada pada makanan tidak selalu secara sengaja ditambahkan untuk tujuan tertentu. Namun, ada juga zat aditif yang diperoleh secara tidak sengaja muncul pada makanan. Zat aditif tersebut biasanya muncul pada proses pengolahan makanan. Secara keseluruhan, penggunaan zat-zat aditif untuk campuran makanan dapat berdampak positif dan negatif.[9]
1.        Dampak Positif Penggunaan Zat Aditif
Berbagai macam penyakit dapat muncul dari kebiasaan manusia mengkonsumsi makan yang kurang memperhatikan keseimbangan gizi. Misalnya, penyakit gondok yang berupa pembengkakan kelenjar pada leher. Penyakit gondok disebabkan karena tubuh kurang mendapatkan zat iodin. Penyakit gondok dapat dicegah dengan mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung zat iodin. Zat iodin dapat kita peroleh dari garam dapur yang biasa digunakan untuk memberikan rasa asin pada makanan. Selain penyakit gondok, kekurangan iodin dapat pula menyebabkan penyakit kretinisme (kekerdilan).
Orang yang memiliki penyakit diabetes melitus (kencing manis) perlu menjaga kestabilan kadar gula dalam darahnya. Penyakit ini dapat disebabkan karena pola hidup yang tidak sehat. Untuk menjaga kestabilan kadar gula dalam darah, bagi penderita diabetes melitus disarankan untuk mengkonsumsi sakarin (pemanis buatan) sebagai pengganti gula.[10]
Kekurangan konsumsi makanan yang mengandung vitamin dapat menimbulkan berbagai penyakit pada manusia, misalnya penyakit Xerophtalmia. Penyakit  Xerophtalmia merupakan penyakit yang menyerang mata, yaitu terjadinya kerusakan pada kornea mata. Penyakit ini jika tidak diatasi, maka dapat menimbulkan kebutaan. Untuk menghindari penyakit Xerophtalmia, perlu mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung vitamin A.
2.        Dampak Positif Penggunaan Zat Aditif
Kemajuan teknologi di bidang pangan dapat memacu manusia untuk menciptakan bahan makanan dengan kualitas yang makin baik. Kualitas makanan yang baik tidak dapat dilihat dari bentuk tampilan luarnya saja, akan tetapi yang paling penting adalah kandungan gizi dalam makanan tersebut.
Saat ini telah banyak ditemukan makanan yang unggul karena telah melalui berbagai proses produksi sehingga memiliki ketahanan yang lebih lama jika dibandingkan dengan kondisi normalnya. Misalnya, ikan sarden dalam kemasan kaleng dapat bertahan berbulan-bulan, bahkan hingga satu tahun lamanya tanpa mengalami pembusukan. Ikan sarden tersebut dapat bertahan lama setelah ditambahkan zat pengawet pada proses produksi makanan tersebut. Namun, bahan makanan yang menggunakan zat pengawet tidak dapat dikonsumsi setelah melewati masa kadaluarsa.
Beberapa bahan makanan yang berdampak negatif terhadap orang yang mengkonsumsinya adalah sebagai berikut:
a.       Boraks dan formalin yang digunakan sebagai pengawet makanan jika dikonsumsi secara terus-menerus dapat mengganggu fungsi organ pencernaan.
b.      Tetrazine yang digunakan sebagai zat pewarna dapat merusak organ hati dan ginjal.[11]
c.       Siklamat dan sakarin yang digunakan sebagai zat pemanis dapat menyebabkan penyakit kanker.[12]
d.      Penggunaan Monosodium Glutamat (MSG) sebagai bahan penyedap dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan saraf.

IV.      KESIMPULAN
Ø  Zat aditif adalah zat-zat tambahan yang digunakan pada makanan dengan tujuan tertentu.
Ø  Tujuan penambahan zat aditif pada makanan adalah memberikan rasa sedap, mengawetkan, memberi warna, pemanis, dan memberikan aroma.
Ø  Contoh bahan pewarna alami adalah beta-karoten (kuning), klorofil (hijau), karamel (cokelat hitam), dan anato (orange).
Ø  Contoh bahan pewarna sintetis adalah eritrosin (merah), kuning FCF (kuning), hijau FCF (hijau), cokelat HT (cokelat), dan biru berlian (biru).
Ø  Pengawet merupakan bahan yang sering digunakan untuk mengawetkan makanan sehingga makanan dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama.
Ø  Pemanis adalah zat yang ditambahkan kepada makanan atau minuman sehingga menimbulkan rasa manis.
Ø  Untuk menghindari bahaya dari penggunaan zat aditif, sebaiknya kita menggunakan zat aditif yang alami dan mengurangi penggunaan zat aditif sintetis.

V.         PENUTUP
Demikian makalah ini kami buat. Kami menyadari makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat kami harapkan. Akhirnya, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.


DAFTAR PUSTAKA


Arisman, Buku Ajar Ilmu Gizi Keracunan Makanan, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, 2008
http://faritdc.wordpress.com/ di akses 03/11/2011
Cahyadi, Wisnu Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. ( Jakarta:  Bumi Aksara, 2009


[6] Wisnu Cahyadi, Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. ( Jakarta:  Bumi Aksara, 2009), hlm. 15
[8] Ibid, Wisnu Cahyadi, Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan, hlm. 5-11
[9] Arisman, Buku Ajar Ilmu Gizi Keracunan Makanan, (Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, 2008), hlm. 54-55
[10] Ibid., hlm. 64
[11] Ibid., hlm. 57
[12] Ibid., hlm. 64

0 komentar:

Posting Komentar