Senin, 28 Januari 2013

Isolasi FLAVONOID dari Daun Kemuning (Murraya Panicullata L. JACK)



I.                  PENDAHULUAN
Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman hijau, kecuali alga. Flavonoid yang lazim ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi (angiospermae) adalah flavon dan flavonol dengan dengan C- dan O-glikosida , isoflavon C- dan O-glikosida, flavanon C- dan O-glikosida, khalkon dengan C- dan O-glikosida dan ihidrokhalkon, proantosiaanidin dan antosianin,auron O-glikosida, dan dihidroflavonol O-glikosida. Istilah flavonoid diberikan untuk senyawa-senyawa fenol yang berasal dari kata flavon, yaitu nama salah satu flavonoid yang jumlahnya paling besar di tumbuhan.
Kemuning dengan nama latinnya Murraya panicullata L. Jack dan sinonim Murraya exotica termasuk suku jeruk-jerukan, merupakan perdu atau pohon kecil bercabang banyak dan merupakan salah satu tanaman yang digunakan untuk obat tradisional seperti obat sakit gigi, infeksi saluran kencing, ulcerpain, memarterpukul, sakit reumatik, gigitan serangga, gigitan ular,bisul dan koreng. Rebusan daun kemuning ini digunakan pula untuk mengobati haid yang tidak teratur, lemak tubuh berlebihan serta untuk memperkuat kontraksi uterus bagi ibu yang habis melahirkan.
Pengujian daun kemuning ini, dimaksudkan untuk mengetahui apakah dalam daun kemuning mengandung flavonoid atau tidak. Apabila dalam daun kemuning positif mengandung kemuning, jenis flavonoid apa yang terkandung di dalamnya.

II.               RUMUSAN MASALAH
A.    Pengertian dan Klasifikasi Flavonoid
B.     Isolasi Bioaktif (Metabolit Sekunder)
C.     Pemurnian (Purification)
D.    Elusidasi (Penentuan Struktur)
E.     Uji Bioaktifitas

III.           PEMBAHASAN
A.    Pengertian dan Klasifikasi Flavonoid
Flavonoid adalah salah satu senyawa fenolik alam selain poliketida dan fenolpropanoid. Flavonoid umumnya tersebar di dunia tumbuhan. Lebih dari 2000 flavonoid yang berasal dari tumbuhan telah diidentifikasi, namun ada tiga kelompok yang umum dipelajari, yaitu antosianin, flavonol, dan flavon.  Antosianin (dari bahasa Yunani anthos , bunga dan kyanos, biru-tua) adalah pigmen berwarna yang umumnya terdapat di bunga berwarna merah, ungu, dan biru . Pigmen ini juga terdapat di berbagai bagian tumbuhan lain misalnya, buah tertentu, batang, daun dan bahkan akar. Flavonoid sering terdapat di sel epidermis. Sebagian besar flavonoid tersimpan di vakuola sel tumbuhan walaupun tempat sintesisnya ada di luar vakuola.
 Warna warni flavonoid ditimbulkan oleh sistem konyugasi electron dalam senyawa aromatik tersebut. Kerangka dasar flavonoid  dibangun dari 15 atom karbon yang terdiri dari dua bagian cincin benzene yang dihubungkan oleh rantai karbon propana, secara sangat sederhana dapat dituliskan C6-C3-C6.[1] Formula ini dapat membentuk konfigurasi yang kemudian menghasilkan tiga macam struktur dasar berupa 1,3 diarilpropan (flavonoid), 1,2 diarilpropan (isoflavonoid) dan 1,1 diarilpropan (neoflavonoid)
Istilah flavonoid diberikan untuk senyawa-senyawa fenol yang berasal dari kata flavon, yaitu nama salah satu jenis flavonoida yang terbesar jumlahnya dalam tumbuhan. Senyawa-senyawa flavon ini mempunyai kerangka 2-fenilkroman, dimana posisi orto dari cincin A dan atom karbon yang terikat pada B dari cincin 1,3-diaril propanan dihubungkan oleh jembatan oksigen sehingga membentuk cincin heterosiklik yang baru. Kelas-kelas yang berlainan dalam golongan ini dibedakan berdasarkan cincin heterosiklik-oksigen tambahan dan gugus hidroksil yang tersebar menurut pola yang berlainan. Flavonoid sering terdapat sebagai glikosida.
Golongan terbesar flavonoid berciri mempunyai piran yang menghubungkan rantai tiga-karbon dengan salah satu dari cincin benzene. Berbagai macam senyawa flavonoid utama yang terdapat di alam, antara lain:
1)      Katekin dan proantosianidin
Katekin dan proantosianidin adalah dua golongan senyawa yang mempunyai banyak kesamaan. Semuanya senyawa terwarna, terdapat pada seluruh dunia tumbuhan berkayu.kita hanya mengenal tiga jenis katekin, perbedaannya hanya pada jumlah gugus hidroksil pada cincin B. Senyawa ini mempunyai dua atom karbon kiral dan karena itu mungkin terdapat 4 isomer.
2)      Flavanon dan Flavanonol
Senyawa ini terdapat hanya sedikit sekali jika dibandingkan dengan flavonoid lain. Mereka terwarna atau hanya kuning sedikit. Karena konsentrasinya rendah dan tidak berwarna maka sebagian besar diabaikan. Flavanon (atau dihidroflavanon) sering terjadi sebagai aglikon (60) tetapi beberapa glikosidanya dikenal sebagai misalnya, hesperidin dan naringin dari kulit buah jeruk. Flavanonol merupakan flavonoid yang kurang dikenal, dan kita tidak mengetahui apakah senyawa ini terdapat sebagai glikosida.
3)      Flavon, flavanol, isoflavon
Flavon atau flavonol merupakan senyawa yang paling tersebar luas dari semua semua pigmen tumbuhan kuning, meskipun warna kuning tumbuhan jagung disebabkan oleh karatenoid. Isoflavon tidak begitu menonjol, tetapi senyawa ini penting sebagai fitoaleksin. Senyawa yang lebih langka lagi ialah homoisoflavon. Senyawa ini biasanya mudah larut dalam air panas dan alkohol meskipun beberapa flvonoid yang sangat termitalasi tidak larut dalam air
4)      Auron
Auron atau system cincin benzalkumaranon dinomori sebagai berikut: Auron berupa pigmen kuning emas terdapat dalam bunga tertentu dan bryofita. Dikenal hanya lima aglikon, tetapi pola hidroksilasi senyawa ini umumnya serupa dengan pola pada flavonoid lain begitu pula bentuk yang dijumpai ialah bentuk glikosida dan eter metil. Dalam larutan basa senyawa ini menjadi merah ros. Beberapa auron, struktur dan tumbuhan sumber terdapat dalam contoh dibawah ini.
B.     Isolasi Bioaktif (Metabolit Sekunder)
1)      Uji pendahuluan / identifikasi kandungan flavonoid
Sebelum melakukan isolasi terhadap suatu senyawa kimia yang diinginkan dalam suatu tumbuhan maka perlu dilakukan uji pendahuluan kandungan senyawa metabolit sekunder yang ada pada masing-masing tumbuhan, yaitu dalam hal ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya kandungan flavonoid dalam daun kemuning. Identifikasi kandungan flavonoid dilakukan dengan cara: lebih kurang 4 gram sampel daun kemuning dipanaskan dengan methanol 10 mL kemudian disaring, filtrate ditambahkan 3 tetes asam klorida pekat, kemudian ditambahkan serbuk logam magnesium. Jika timbul warna merrah atau jinga berarti positif mengandung flavonoid. Sebagai pembanding digunakan daun legundi (Vitex Trifolia) dengan pelakuan yang sama, dimana legundi mempunyai kadar relative 0,05 % dengan lambing ++.[2]
2)      Ekstraksi dan fraksinasi
Secara umum ekstraksi senyawa meabolit sekunder dari seluruh tumbuhan seperti bunga, buah dan kulit maupun akar mengunakan system maserasi menggunakan pelarut organic polar seperti matanol. Namun disini kita menggunakan sokletasi dengan pelarut n heksana dan methanol. Metode ekstraksi lain yang sering digunakan adalah perkolasi, destilasi uap dan pengempaan.
Sampel daun kemuning yang telah dikumpulkan dirajang halus kemudian dikering anginkan. Setelah kering, sebanyak 800 g sampel disoklet terlebih dahulu menggunakan pelarut n-heksana. Ekstrak yang didapat diuapkan pelarutnya dengan rotary evaporator, maka akan diperoleh ekstrak pekat fraksi n-heksana. Setelah proses ekstraksi dengan n-heksana selesai maka proses sokletasi ini dilanjutkan dengan menggunakan pelarut metanol. Ekstrak metanol di pekatkan in vacuo, maka akan diperoleh ekstrak pekat fraksi metanol. Hasil ekstraksi 800 g sampel kering daun Murraya panicullata L.Jack atau daun kemuning ini diperoleh ekstrak kental fraksi n-heksana sebanyak 4,6 g dan ekstrak kental fraksi metanol sebanyak 18,2 g.
Sebanyak 1 gram ekstrak pekat fraksi metanol di kromatografi kolom menggunakan silika gel sebagai fasa diam dan elusi bergradient menggunakan eluen campuran n-heksana-etil asetat,etil  asetat- metanol dan metanol. Fraksi yang keluar dari kolom ditampung dengan vial/tabung reaksi dan dimonitor dengan kromatografi lapisan tipis dengan eluen campuran etil asetat-metanol dengan perbandingan 9 : 1, didapat 16 (enam belas) fraksi gabungan.
Spot yang terlihat pada KLT di bawah lampu UV memperlihatkan fluoresensi yang menunjukkan adanya konjugasi fenolik, diduga adanya senyawa flavonoid. Ini konsistensi dengan penapisan fitokimia yang menunjukkan adanya senyawa flavonoid pada daun kemuning. Fraksi 13 positif mengandung flavonoid, memberikan satu noda yang berfluoresensi kuning dengan KLT kemudian pelarutnya diuapkan dan direkristalisasi dengan metanol. Setelah pelarutnya menguap maka diperoleh kristal jarum berwarna kuning pucat sebanyak 30 mg
C.     Pemurnian / purification
Proses pemisahan dan pemurnian bertujuan untuk mendapatkan senyawa murni dari fraksi yang ada. Dimana dalam hal ini difokuskan pada pemisahan dan pemurnian fraksi senyawa metanol. Sebanyak 1 gram ekstrak pekat fraksi metanol di kromatografi kolom menggunakan silika gel sebagai fasa diam dan elusi bergradient menggunakan eluen campuran n-heksana-etil asetat,etil  asetat- metanol dan metanol. Fraksi yang keluar dari kolom ditampung dengan vial/tabung reaksi dan dimonitor dengan kromatografi lapisan tipis dengan eluen campuran etil asetat-metanol dengan perbandingan 9 : 1, didapat 16 (enam belas) fraksi gabungan.
Spot yang terlihat pada KLT dibawah lampu UV memperlihatkan fluoresensi yang menunjukkan adanya konjugasi fenolik, diduga adanya senyawa flavonoid. Ini konsistensi dengan penapisan fitokimia yang menunjukkan adanya senyawa flavonoid pada daun kemuning. Fraksi 13 positif mengandung flavonoid, memberikan satu noda yang berfluoresensi kuning dengan KLT kemudian pelarutnya diuapkan dan direkristalisasi dengan metanol. Setelah pelarutnya menguap maka diperoleh kristal jarum berwarna kuning pucat sebanyak 30 mg.
Untuk memastikan bahwa senyawa flavonoid hasil isolasi ini sudah murni maka dilakukan uji titik leleh terhadap senyawa hasil isolasi diperoleh TL 195-1960 C, jarak titik leleh sebesar 10C menunjukkan bahwa senyawa hasil isolasi ini sudha murni. Hal ini juga ditunjang dengan data  KLT pada beberapa eluen yang tetap memberikan satu noda.
Dengan pengungkap noda lampu Uv254 nm dan uap I2 dengan Rf yang dicantumkan pada table2. Oleh sebab itu selanjutnya dapat dilakukan karakterisasi dengan spectrum UV dan IR.
Table 2. hasil pengujian kromatografi lapisan tipis senyawa hasil isolasi dengan berbagai eluen dan penampak noda
No
Eluen
Rf
Pengamatan dengan penampak noda
Lampu UV
NaOH + lampu UV
Uap I2
1
N heksana
0,00
Satu noda berflourensi kuning
Satu noda berflourensi kuning terang
Satu noda coklat
2
Kloroform
0,10
Satu noda berflourensi kuning
Satu noda berflourensi kuning terang
Satu noda coklat
3
Etil asetat
0,14
Satu noda berflourensi kuning
Satu noda berflourensi kuning terang
Satu noda coklat
4
metanol
0,72
Satu noda berflourensi kuning
Satu noda berflourensi kuning terang
Satu noda coklat

D.    Elusidasi / penentuan struktur
Secara umum elusidasi struktur senyawa dapat dilakukan dengan metode fisika antara lain : rumus molekul (molekuler formula), rotasi spsific, dan indeks refraktif, selain itu juga biisa menggunakan metode spectra misalnya UV, IR MS, dan NMR.
1)      Elusidasi dengan UV
Senyawa hasil isolasi yang dikarakterisasi dengan spektrofotometer UV mempergunakan pelarut metanol memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 273,1 nm (pita II) , 305 nm (bahu) dan 347,2 nm (pita I) terlihat pada lampiran 1. Interpretasi spektrum UV mendukung data sebelumnya bahwa senyawa hasil isolasi ini adalah flavonoid, dimana menurut Markham (1988), flavon (apigenin) mempunyai spektrum UV pada pita II dengan λ maks 250-280 nm dan pita I dengan  λ maks 310-350. Serapan yang menyebabkan terjadinya pita II karena adanya eksitasi elektron dari p ke p pada cincin benzoid (cincin B). Pita I dihasilkan karena adanya transisi elektronik dari  n ke p pada gugus karbonil yang terkonyugasi oleh cincin A.
2)      Elusidasi dengan IR
Karakterisasi senyawa hasil isolasi dengan spektrofotometer IR memberikan serapan pada angka gelombang υKBrMax cm-1 : 3260,1660, 1620, 1520, 1440, 1365, 1285, 1260, 1225, 1200, 1175, 1145, 1125, 1080, 1040, 1010, 940, 860, 835, 780 dan 745. Interpretasi spektrum inframerah didapatkan puncak-puncak yang penjabarannya sebagai berikut: serapan pada angka gelombang 3260 cm-1 merupakan serapan OH fenol yang mempunyai ikatan hidrogen. Cincin aromatis ditunjukkan oleh puncak yang muncul pada daerah 1650-1450 cm-1  senyawa hasil isolasi memberikan puncak sekitar 1620 cm dan 1520 cm-1 yang merupakan renggangan C=C aromatis dan didukung oleh pita serapan pada 860 cm-1 - 835 cm-1, 940 cm-1 serta pada daerah 1440 cm-1 terdapat pita yang sangat kuat dan tajam yang merupakan regangan cincin aromatis.
 Senyawa hasil isolasi memperlihatkan serapan pada angka gelombang 1660 cm-1 yang mengindikasikan serapan untuk gugus karbonil C=O, didukung oleh  puncak 1145 cm-1.  Menurut literatur regang C=O yang karaktristik untuk senyawa-senyawa flavonoid adalah 1700-1750 cm-1 yang didukung oleh adanya puncak pada daerah sidik jari dengan angka gelombang 1158 cm-1.
Serapan karbonil senyawa hasil isolasi ini lebih kecil karena adanya konyugasi ikatan rangkap. Senyawa karbonil disini adalah golongan ester yang diperkuat oleh puncak-puncak yang kuat pada daerah 1300-1000 cm-1.
E.     Uji bioaktifitas (Bioassay) fraksi n-Heksana, fraksi Metanol, dan senyawa hasil isolasi
Masing-masing fraksi (fraksi n-heksana, fraksi metanol) dan juga senyawa murni dilakukan uji aktivitas Sitotoksik dengan metoda Brine shrimp menggunakan anak udang air laut (Artemia salina Leach), dengan cara disiapkan 9 vial untuk tiga konsentrasi masing-masing larutan uji 1000, 100, 10 μg/ml serta satu vial untuk kontrol. Larutan induk dibuat dengan melarutkan 20 mg sampel uji dalam 2 ml metanol. Larutan induk tersebut sebanyak 500, 50,5 μl berturut-turut dimasukkan kedalam masing-masing vial yang telah disiapkan untuk konsentrasi 1000, 100, 10 μg/ml.[3]
Vial yang berisi larutan uji dikeringkan dalam desikator sampai semua pelarutnya menguap, kemudian ditambahkan 50 μl DMSO termasuk vial kontrol untuk melarutkan sampel kembali. Selanjutnya ditambah 2 ml air laut. Larva Artemia salina Leach sebayak 10 ekor dimasukkan kedalam setiap larutan uji dan kontrol,- dicukupkan volumenya sampai 5 ml dengan air laut, diletakkan dibawah sinar lampu selama 24 jam. Setelah 24 jam diamati dan dihitung jumlah larva udang yang mati. Dari data yang diperoleh, dihitung nilai LC50 nya dengan analisis probit atau program komputer Finney.
Uji aktifitas sitotoksik dengan metoda Brine Shrimp Lethality Test terhadap senyawa murni hasil isolasi memberikan LC50 194,786 μg/ml. Artinya senyawa ini (hasil isolasi) tidak menimbulkan efek toksik terhadap larva Artemia Salina Leach. Sesuai dilaporkan oleh Meyer et.al., 1982  bahwa ekstrak suatu tumbuhan mempunyai aktifitas sitotoksik jika memberikan LC50 lebih dari sama dengan 1000 μg/ml. [4] Sedangkan untuk fraksi n heksana dan methanol dapat diketahui fraksi yang paling aktif  dilihat dari harga LC50, dengan hasil sebagai berikut:



Tabel 1. Hasil Uji Hayati Brine Shrimp Lethality Test.
Ekstrak Daun Kemuning
Jenis Ekstrak LC50 (μg/ml)
Fraksi n-heksana 6375
6375
Fraksi Metanol 707,64
707,64
Fraksi methanol positif mengandung flavonoid dengan test sianidin juga mempunyai aktivitas sitotoksik terhadap Arhtemia Salina yang ditunjukkan oleh LC50 lebih dari 1000 μg/ml. Sedangkan fraksi n heksana tidak mengandung falvonoid dan tidak mempunyai aktivitas sitotolsik terhadap Arhtemia Salina yang ditunjukkan oleh LC50 kurang dari 1000 μg/ml.

IV.           KESIMPULAN
Dari 1 gram fraksi methanol ekstrak daun kemuning, didapat senyawa flavonoid golongan flavon (apigenin) berupa Kristal berwarna kuning muda dari daun kemuning dengan titik leleh 195-196 0C. dari hasil uji BSLT terhadap senyawa ini tidak menimbulkan efek toksik terhadap larva Artemia Salina Leach dengan LC50 194,786 μg/ml

V.               PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami sampaikan kepada para pembaca, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca berkenaan tentang isolasi senyawa flavonoid, Tentunya kami sadar bahwa makalah kami jauh dari sempurna, karena keterbatasan manusiawi kami. Untuk itu kritik dan saran yang konstruktif selalu kami nanti untuk kemajuan ilmu pengetahuan kita bersama. Happy reading



DAFTAR PUSATAKA

Hanapi Usman, 2002, Kimia Organik Bahan Alam, Makasar: tp.

Markham. R. 1988, Cara Mengidentifikasi Senyaa Flavonoid,  Bandung : ITB

Meyer et al., 1982, Brine Shrimp A Convention General Bioassays For Active Plant Constituens, Planta Med, 45

Morina Adfa / Jurnal Gradien Vol. 3 No. 2 juli 2007 : 262-266


[1] Hanapi Usman, 2002, Kimia Organik Bahan Alam, Makasar: tp, hal 63
[2] Morina Adfa / Jurnal Gradien Vol. 3 No. 2 juli 2007 : 262-266
[3] Ibid.
[4] Meyer et al., 1982, Brine Shrimp A Convention General Bioassays For Active Plant Constituens, Planta Med, 45, 31-34

0 komentar:

Posting Komentar